Sabtu, 26 November 2016

teori pusat kota

  1. Teori Konsentris (Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
  2. Teori Sektoral (Hoyt,1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
  3. Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.


Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan DPK atau CBD, maka berikut ini adalah penjelasan masing-masing teori mengenai pandangannya terhadap DPK atau CBD :
1.         Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

2.         Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.

3.         Teori Historis (Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

teori konsentris

Ekologi Kota: Teori Konsetris (Konsentris) dan Teori Sektor dalam Pendekatan Ekologikal

JelekOke - Banyak sekali jenis model pendekatan yang telah dikemukakan oleh para ahli untuk menyoroti dinamika kehidupan sesuatu kota, khususnya keadaan ppenggunaan lahan kotanya. Salah satu jenis pendekatannya adalah pendekatan Ekologikal. Pendekatan Ekologikal ini telah memberi jasa besar yaitu dengan munculnya teori-teori tentang perkembangan kota, yaitu teori konsentris, teori sektor dan teori inti ganda.disini akan dijelaskan tentang adanya teori konsentris dan teori sektor.



Teori Konsentris
Kota dianggap sebagai suatu obyek studi dimana di dalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interrelasi antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Hasil dari hubungan itu mengakibatkan terciptanya pola keteraturan dari penggunaan lahan. E.W. Burgess (1925), merupakan orang yang pertama kali menuangkan pengamatannya ini. Menurutnya, kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukan pola penggunaan lahan yang konsentris dimana masing-masing jenis penggunaan lahan ini dianalogikan sebagi suatu konsep “natural area”. Dari pengamatannya, suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. Dari hal ini, kemudian menyebabkan Burgess terkenal dengan teori konsentrisnnya (Concentric Theory).

        
Seperti terlihat pada model diatas, daerah perkotaan terdiri dari 5 zona melingkar berlapis-lapis yang terdiri dari: (1) Daerah pusat kegiatan (Central Business District); (2) zona peralihan (Transition Zone); (3) zona pemukiman pekerja (Zone of working men’s homes); (4) zona pemukiman yang lebih baik (zone of better residences); dan (5) zona para penglaju (zone of commuters). Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam suatu kota, sehingga pada zona ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan politik. Zona ini dianggap oleh Burgess sebagai “teh area of dominance”
Dalam penjelasan teori konsentris, Burgess selalu menggunakan terminologi ekologis seperti istilah dominasi, invasi dan suksesi. Proses ekologis ini oleh McKenzie diperjelas lagi dengan lebih detail. Menurutnya, proses invasi dibagi ke dalam tiga tingkatan yaitu: (1) “Initial Stage” (tahap permulaan); (2) “Secondary Stage” (tahap lanjutan); dan (3) “Climax Stage” (tahap klimak). Proses permulaan dari invasi ditandai oleh adanyagejala ekspansi geografis dari satu kelompok sosial yang ada dan kemudian menemui tantangan dari penduduk yang ada pada daerah yang terkena ekspasnsi. Pada tahap lanjut terjadi persaingan yang kemudian diikuti proses “Displacement” (perpindahan); “Selection” (seleksi); dan “Assimilation” (asimilasi). Kelompok-kelompok yang terpaksa kalah bersaing, akan menempati/mengadakan ekspansi ke wilayah lain yang lebih lemah dan kemudian akan diikuti oleh suksesi baru. Pada saat terakhir tersebut akan tercapai apa yang disebut tahap klimak. Proses ini terus menerus terjadi, akibatnya terlihat semakin meluasnya zona melingkar konsentris yang ada pada suatu kota. Hasil dari proses ini adalah lapisan “Natural Area” dengan keseragaman sifat-sifat.
            Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
Teori Sektor
Munculnya ide untuk mempertimbangkan variabel sector pertama kali dikemukakan oleh Hoyt (1939) mengenai pola-pola sewa rumah tinggal pada kota-kota di Amerika Serikat. Pola kosentris dikemukakan oleh Burges ternyata pola sewa tempat tinggal pada kota-kota di Amerika cenderung berbentuki pola sector. Menurut Hoyt kunci terhadap perletakan sector initerlihat pada lokasi daripada “high quality areas” (daerah-daerah yang berkualitas tinggi untuk tempat tinggal). Kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas.

Diskripsi Anatomis Teori Sektor
Secara konseptual model teori sector yang dikembangkan oleh Hoyt, dalam beberapa hal masih menunjukan persebaran zona-zona kosentris. Dalam teori sektor ini, terjadi proses penyaringan dari penduduk yang tinggal pada sektor-sektor yang ada “filtering process” sendiri hanya berjalan dengan baik bila “private housing market” berperan besar dalam proses pengadaan rumah bagi warga kota, Namun ternyata distribusi umum bangunan cenderungmenunjukan pola persebaran kosentris(Johnson dalam Hadi Sabari Yunus, 2010).  Teori Hoyt  dalam model diagramnya yang dikemukakan jelas terlihat adanya dua unsur yaitu persebaran penggunaan lahan secara sektoral dan persebaran penggunaan lahan secara kosentris di lain pihak.

Perbedaan Teori Konsentris dan Teori Sektor
Perbedaan diantara keduanya terletak pada pembagian zona wilayah, yang mana didalam teori konsentris dibagi menjadi 6 zona sedangkan di dalam teori sektor dibagi menjadi 5 zona, berikut pembagiannya:


   1. Teori Konsentris
·         Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.

·         Zona 2 : Daerah Transisi
Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.

·         Zona 3 : Daerah pemukiman para pekerja
Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerh transisi. Para pekerja di sini berpenghasilan lumayan saja sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.

·         Zona 4 : Daerah pemukiman yang lebih baik 
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.

·         Zona 5 : Daerah para penglaju
Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari boleh dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja. 
   2. Teori Sektor
·         Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.

·         Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung  kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.

·         Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.

·         Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.

·         Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.

teori sektoral

Pada postingan kali ini akan dibahas sedikit tentang salah satu teori struktur ruang kota yang dikemukakan Hummer Hoyt pada tahun 1939. Hoyt berasumsi bahwa perkembangan kota tidak berbentuk melingkar seperti teori konsentris Burgess, akan tetapi berkembang menurut sektor tertentu seperti irisan kue. Perkembangan daerah kota dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah itu sendiri. 



CBD (Cenral Bussines District)
Merupakan Pusat Daerah Kegiatan yang merupakan inti kota.
Industry
Industri mengikuti aliran sungai, jalur kereta api, jalan raya. Pekerja kelas bawah bekerja di daerah ini memproduksi barang kebutuhan kota.
Low Class Residential
Merupakan pemukiman pekerja kelas bawah, dekat dengan lokasi pabrik untuk mengurangi biaya transport. Tingkat polusi di daerah ini sangat tinggi dan lingkungan yang buruk karena pengaruh pabrik.
Middle Class Residental
Merupakan zona pemukiman terluas, dihuni pekerja dengan taraf ekonomi menengah. Kondisi lingkukngan lebih baik karena agak jauh dari daerah pabrik.
High Class Residental
Merupakan zona pemukiman kelas atas, kondisi lingkungan sangat baik dan sarana transportasi sangat nyaman tanpa kemacetan. Akses menuju pusat kota sangat lancar.

jenis jenis desa

Desa swadaya
Desa swadaya adalah tipe desa yang memiliki ciri: penduduk jarang, masih terikat oleh kebiasaan-kebiasaan adat, hanya mempunyai lembaga-lembaga yang masih sederhana, tingkat pendidikan masyarakat rendah, produktivitas tanah rendah, kegiatan penduduk dipengaruhi keadaan alam, daerahnya berupa pegunungan atau perbukitan, lokasinya terpencil, hasil produksinya rendah, sebagian besar penduduk hidup bertani, dan kegiatan ekonomi masyarakat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan sehari-hari. Hampir sama dengan tipe desa tradisional, karena masyarakatnya cenderung tertutup, maka sistem perhubungan dan pengangkutan kurang berkembang.

(Buku ini membahas tuntas tentang proposal penelitian ilmu sosial: Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Edisi 2)Mohamad Idrus, 
Erlangga 2010)#iklan)

c.Desa swakarya
Desa swakarya adalah desa yang tingkat perkembangannya sudah lebih maju, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1)Adat-istiadat masyarakatnya sedang mengalami prubahan (transisi).
2)Pengaruh dari luar mulai masuk ke dalam masyarakat desa dan mengakibatkan perubahan cara berpikir.
3)Mata pencarian penduduknya mulai beraneka ragam, tidak hanya pada sektor agraris.
4)Lapangan kerja bertambah dan produktivitas meningkat diimbangi dengan makin bertambahnya prasarana desa.
5)Swadaya masyarakat dengan cara gotong royong telah efektif. Mulai tumbuh kesadaran serta tanggung jawab masyarakat untuk membangun desanya.
6)Roda pemerintahan desa mulai berkembang baik dalam tugas maupun fungsinya.
7)Masyarakat desa telah mampu meningkatkan kehidupannya dengan hasil kerjanya sendiri.
8)Bantuan pemerintah hanya bersifat sebagai stimulasi saja.

d.Desa swasembada.
Desa swasembada adalah desa yang telah maju dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)Kebanyakan desa swasembada berlokasi di sekitar ibukota kecamatan, di sekitar ibukota kabupaten, dan di sekitar ibukota provinsi, yang tidak termasuk ke dalam wilayah kelurahan.
2)Semua keerluan hidup pokok swasembada dapat disediakan oleh desa tersebut.
3)Alat-alat teknis yang digunakan penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sudah lebih modern dibandingkan dengan alat-alat yang digunakan penduduk desa tradisional, swadaya, dan swakarya.
4)Ikatan adat dan kebiasaan-kebiasaan adat yang berkaitan dengan perekonomian sudah tidak berpengaruh lagi pada kehidupan masyarakatnya. Lembaga-lembaga ekonomi dianggap lebih modern dan lebih berpengaruh.
5)Lembaga-lembaga sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang ada sudah dapat menjaga kelangsungan hidup penduduknya.
6)Mata pencaharian penduduknya sudah beraneka ragam, sebagian besar penduduknya bergerak di bidang perdagangan saja.
7)Tingkat pendidikan dan keterampilan penduduk telah tinggi sehingga cara berpikirnya telah maju (rasional).
8)Masyarakatnya sudah mulai lepas dari adat dan tradisi.
9)Kondisi perhubungan, produksi, pemasaran, dan kegiatan sosial sudah baik.
10)Hubungan dengan kota-kota di sekitarnya berjalan lancar.
11)Tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan penduduk desa swasembada tinggi.

Pada desa swasembada, sistem perhubungan dan pengangkutan tersedia dengan baik. Masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitasnya karena berbagai sarana dan prasarana sudah tersedia.

letak astronomis geologis indonesia

Letak astronomis adalah letak suatu tempat dilihat dari posisi garis lintang dan garis bujur. Garis lintang merupakan garis imajiner yang membentang horisontal melingkari bumi sedangkan garis bujur merupakan garis imajiner yang melingkari bumi secara vertikal.
Garis Lintang dan Bujur dibagi menjadi dua yaitu Garis Lintang Utara dan Garis Lintang Selatan yang dibatasi oleh garis ekuator(khatulistiwa) dan Garis Bujur Barat dan dan Bujur Timur yang dibatasi oleh Greenwich Mean Time.

Letak Astronomis Indonesia adalah 6o LU (Lintang Utara) - 11o LS (Lintang Selatan) dan antara 95o BT (Bujur Timur) - 141o BT (Bujur Timur).

Jika dilihat dari posisi astronomis Indonesia terletak di kawasan iklim tropis dan berada di belahan timur bumi.

Indonesia berada di kawasan tropis, hal ini membuat Indonesia selalu disinari matahari sepanjang tahun. Di Indonesia hanya terjadi dua kali pergantian musim dalam setahun yaitu musim kemarau dan hujan. Negara-negara yang memiliki iklim tropis pada umumnya dilimpahi alam yang luar biasa. Curah hujan tinggi akan membuat tanah menjadi subur. Flora dan fauna juga sangat beraneka ragam.

Sedangkan pengaruh dari letak dilihat dari garis bujur, maka Indonesia memiliki perbedaan waktu yang dibagi menjadi tida daerah waktu yaitu Indonesia bagian timur (WIT), Indonesia bagian tengah(WITA), dan Indonesia bagian barat(WIB).

Letak Geografis Indonesia
Letak geografis ditentukan berdasarkan posisi nyata dibanding posisi daerah lain. Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Posisi Indonesia sangat setrategis dan penting dalam kaitannya dengan perekonomian. Indonesia berada persimpangan lalu lintas dunia.Letak geografis merupakan salah satu determinan yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Meski untuk sementara waktu diacuhkan, kondisi geografis suatu negara sangat menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Robert Kaplan menuturkan bahwa geografi secara luas akan menjadi determinan yang mempengaruhi berbagai peristiwa lebih dari pada yang pernah terjadi sebelumnya (Foreign Policy, May/June, 09).

Letak Geologis Indonesia
Letak geologis adalah letak suatu wilayah melihat keadaan geologinya. Berdasarkan keadaan geologinya, kepulauan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3 daerah, yaitu :
1. Daerah dangkalan Sunda
2. Daerah dangkalan Sahul
3. Daerah antara dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul
Indonesia bagian barat merupakan bagian dari Benua Asia, Indonesia bagian timur merupakan bagian dari Benua Australia, sedangkan Indonesia bagian tengah merupakan peralihan yang disebut daerah Wallace. Dilihat dari segi jalur pegunungan yang ada, kepulauan Indonesia terletak di antara dua rangkaian pegunungan muda. Pegunungan di Indonesia bagian barat merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Sirkum Mediterania, sedangkan pegunungan Indonesia bagian timur merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Sirkum Pasifik.
Akibat dari letak geologis Indonesia tersebut adalah:
1. Kepulauan Indonesia memiliki banyak gunung api yang aktif.
2. Laut di bagian Indonesia barat dan lndonesia timur dangkal, di Indonesia tengah lautnya dalam.
3. Indonesia menyimpan banyak barang tambang mineral
4. Wilayah Indonesta termasuk daerah yang labil dan sering mengalami gempa bumi tektonik dan vulkanik
5. Pegunungan di Indonesia merupakan rangkaian pegunungan muda Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik

pengertian kota

Pengertian Kota, Fungsi Kota, dan Penggolongan Kota

Menurut Branch (1996: 2) Kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu (Branch, 1996:2). Dalam pengertian lain kota adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang sebagian besar lahannya terbangun dan perekonomiannya bersifat non pertanian.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, kota adalah permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan perkotaan adalah satuan kumpulan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau Wilayah Nasional sebagai simpul jasa.
alam Inmendagri nomor 34 tahun 1986 tentang Pelaksanaan Permendagri nomor 7 tahun 1986 tentang Batas-batas Wilayah Kota Di Seluruh Indonesia, ciri-ciri wilayah kota dapat dilihat dari aspek fisik dan aspek sosial ekonomi.
Dilihat dari aspek fisik, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ;
  1. Tempat permukiman penduduk yang merupakan satu kesatuan dengan luas, jumlah bangunan, kepadatan bangunan yang relatif lebih tinggi daripada wilayah sekitarnya; 
  2. Proporsi bangunan permanen lebih besar di tempat itu daripada di wilayah-wilayah sekitarnya; 
  3. Mempunyai lebih banyak bangunan fasilitas sosial ekonomi (sekolah, poliklinik, pasar, toko, kantor pemerintah dan lain-lain) daripada wilayah sekitarnya.
Dilihat dari aspek sosial ekonomi, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri;
  1. Mempunyai jumlah pendududuk yang relatif besar daripada wilayah sekitarnya, yang dalam satu kesatuan areal terbangun berjumlah sekurang-kurangnya 20.000 orang di Pulau Jawa, Madura dan Bali atau 10.000 orang di luar pulau-pulau tersebut; 
  2. Mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dari wilayah sekitarnya; 
  3. Mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor non-pertanian lebih tinggi dari wilayah sekitarnya; 
  4. Merupakan pusat kegiatan ekonomi yang menghubungkan kegiatan pertanian wilayah sekitarnya dan tempat pemasaran atau prosessing bahan baku bagi kegiatan industri.


Kota-kota secara umum dapat dibedakan berdasarkan fungsi kota maupun untuk kepentingan perumusan kebijakan perencanaan.  Berdasarkan fungsinya, menurut Sujarto (1989) kota di Indonesia dapat dikelompokan menjadi ;
  • kota pusat pemerintahan, 
  • kota pusat perdagangan, 
  • kota pusat lalu lintas dan angkutan. 


Haris mengelompokan kota di Amerika Serikat berdasarkan fungsinya sebagai berikut : 
  • Kota industri M’, dimana 74 % penduduknya bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota industri M, dimana 60 % penduduk bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota pusat pengeceran, dimana 50 % penduduk bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota perdagangan besar, dimana sejumlah besar penduduk menjadi pedagang besar; 
  • Kota perangkutan, dimana lebih dari 11% penduduk bernafkah di bidang perangkutan; 
  • Kota campuran (diversifikasi), dimana tidak menampakkan suatu fungsi dengan jelas; 
  • Kota pertambangan, lebih dari 15% penduduk bernafkah di bidang pertambangan; 
  • Kota universitas, dimana sebagian besar penduduk berkecimpung dalam bidang perguruan tinggi; 
  • Kota peristirahatan dimana sebagian besar penduduk bekerja dalam bidang jasa tertentu. Seperti rekreasi, perhotelan dsb; 
  • Kota politik, dimana sebagian besar penduduk bekerja di bidang pemerintahan (Jayadinata, 1999:128-129).

Penjelasan Fungsi, Jenis dan Klasifikasi Peta

Penjelasan Fungsi, Jenis dan Klasifikasi Peta - Luasnya permukaan bumi dan fenomena alam yang sangat beragam menyulitkan kita mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dalam waktu singkat. Untuk memenuhi kebutuhan ini, sarana yang paling tepat digunakan adalah melalui sistem perpetaan.

Peta adalah gambaran keadaan permukaan bumi, baik keseluruhan atau sebagian yang diperkecil dan ditampilkan pada bidang datar dengan menggunakan perbandingan (skala) tertentu.


Peta sangat bermanfaat untuk menunjukkan atau menggambarkan:
a. arah dan jarak di bumi,
b. lokasi suatu tempat,
c. ketinggian suatu tempat,
d. luas dan bentuk wilayah,
e. perubahan sifat alami dan nonalami. 

Fungsi, Jenis dan Klasifikasi Peta
Jadi, peta dapat berfungsi:
a. memperlihatkan/menyajikan bentuk, ukuran, dan lokasi/letak suatu daerah terhadap daerah lain yang berada di permukaan bumi ke dalam bidang datar;
b. menyajikan data tentang potensi yang dimiliki suatu daerah (sebagai sumber data);
c. sebagai alat bantu dalam analisis;
d. sebagai tempat menyimpan informasi dan alat penyajian hasil analisis;
e. sebagai suatu hasil karya seni.


Berdasarkan skalanya, jenis peta dibedakan menjadi lima macam

a. Skala 1 : 100 sampai 1 : 5.000 disebut peta kadaster. Peta ini berguna untuk menggambarkan peta tanah dalam sertifikat hak milik tanah (bahasa Jawa: pikukuh).
b. Skala 1 : 5.000 sampai 1 : 250.000 disebut peta skala besar. Peta ini digunakan untuk menggambarkan wilayah yang sempit, misalnya peta kota.
c. Skala 1 : 250.000 sampai 1 : 500.000 disebut peta skala sedang. Peta ini digunakan untuk menggambarkan daerah yang agak luas, misalnya peta provinsi.
d. Skala 1 : 500.000 sampai 1 : 1.000.000 disebut peta skala kecil. Peta ini digunakan untuk menggambarkan wilayah yang cukup luas, misalnya menggambarkan suatu negara.
e. Skala kurang dari 1 : 1.000.000 disebut peta skala geografi. Peta ini digunakan untuk menggambar benua atau dunia.


Peta dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu peta dasar dan peta tematik.

a. Peta dasar
Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk pembuatan peta berikutnya. Peta dasar yang digunakan ialah peta topografi yang menggambarkan keadaan bentuk muka bumi (bentang alam). Peta ini disebut juga peta umum, yaitu peta yang menggambarkan seluruh kenampakan yang ada di suatu daerah, misalnya sungai, sawah, pemukiman, jalan raya, dan jalan kereta api.

b. Peta tematik atau peta khusus
Peta tematik adalah peta yang menggambarkan kenampakan tertentu di permukaan bumi. Berikut beberapa contoh peta tematik.

1) Peta kepadatan penduduk: peta yang memperlihatkan perbandingan jumlah penduduk di suatu wilayah.
2) Peta lokasi: peta yang menggambarkan letak suatu tempat.
3) Peta tanah: peta yang menggambarkan jenis tanah pada daerah tertentu.
4) Peta irigasi: peta yang menggambarkan tentang aliran sungai, waduk, saluran irigasi, bendungan, dan sebagainya.
5) Peta arkeologi: peta yang menggambarkan persebaran benda-benda purbakala.
6) Peta kriminalitas: peta yang menggambarkan persebaran tingkat maupun jenis kejahatan di suatu daerah.
7) Peta geologi: peta yang menggambarkan struktur dan jenis batuan pada suatu wilayah.
8) Peta transportasi: peta yang menggambarkan jalur-jalur lalu lintas, baik di darat, di air, maupun di udara.
9) Peta air tanah: peta yang menggambarkan lokasi sebaran air tanah di suatu daerah.
10) Peta isohiet: peta yang menggambarkan banyaknya curah hujan di suatu daerah.

Demikianlah Penjelasan Fungsi, Jenis dan Klasifikasi Peta, semoga bermanfaat.

Karakteristik Wilayah Pedesaan

Karakteristik Wilayah Pedesaan - Wilayah perdesaan pada umumnya masih diasosiasikan sebagai daerah yang berlokasi di daerah pedalaman, jauh dari lingkungan perkotaan, dan memiliki keterikatan yang kuat terhadap kehidupan tradisional. Dalam masyarakat desa berlaku keteraturan kehidupan sosial yang mencakup kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan, politik, dan hukum yang sesuai dengan lingkungan hidup setempat.

Dilihat dari karakteristik wilayahnya, kawasan perdesaan masih lebih bersifat alamiah, belum banyak tersentuh oleh teknologi modern dan perkembangan pembangunan. Selain sebagai lahan permukiman penduduk, sebagian wilayah desa terdiri atas lahan pertanian, perkebunan, atau tertutup oleh hutan alami, baik itu wilayah desa yang terletak di wilayah pantai, dataran rendah, maupun dataran tinggi. Adapun kota sebagian besar wilayahnya ter tutup oleh kawasan permukiman penduduk, gedung-gedung perkantoran, fasilitas sosial, kawasan industri, dan kawasan lainnya.

Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih didominasi oleh pengaruh lingkungan alam. Dengan kata lain, pengaruh lingkungan atau kondisi alam setempat masih sangat kuat mewarnai tatanan dan pola hidup penduduk desa. 

http://www.materisma.com/2015/01/karakteristik-wilayah-pedesaan.html
Hubungan antarwarga masyarakat desa sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong. Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita semua pihak. Menurut para ahli sosiologi, hubungan masyarakat semacam ini dikenal dengan istilah gemeinschaft (paguyuban). 

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (DITJEN BANGDES), ciri-ciri desa antara lain sebagai berikut.

a. Perbandingan manusia dengan lahan (man and land ratio) cukup besar, artinya lahan-lahan di perdesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menempatinya sehingga kepadatan penduduknya masih rendah dan lapangan pekerjaan penduduk masih bertumpu pada sektor agraris.

b. Hubungan antarwarga masyarakat desa masih sangat akrab dan sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.

c. Sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan sebagian besar masih sangat sederhana, seperti berupa jalan batu, jalan aspal sederhana, tidak beraspal, bahkan jalan setapak. Sarana perhubungan atau transportasi yang umum dijumpai antara lain angkutan perdesaan, ojeg, alat transportasi perairan, seperti perahu sederhana atau rakit, bahkan di beberapa tempat masih ada yang menggunakan kuda dan sapi.

Secara khusus, beberapa karakteristik sosial masyarakat desa menurut Soerjono Soekanto (1982) antara lain sebagai berikut.

a. Warga masyarakat perdesaan memiliki hubungan kekerabatan yang kuat karena umumnya berasal dari satu keturunan. Oleh karena itu, biasanya dalam satu wilayah perdesaan, antara sesama warga masyarakatnya masih memiliki hubungan keluarga atau saudara.

b. Corak kehidupan nya bersifat gemeinschaft, yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa merupakan masyarakat yang bersifat face to face group artinya antar sesama warga saling mengenal.

c. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris (pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan).

d. Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional sehingga
sebagian besar hasilnya masih diperuntukkan bagi kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence farming).

e. Sifat gotong royong masih cukup tampak dalam kehidupan sehari-hari penduduk desa.

f. Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang peranan penting dan memiliki kharisma besar di masyarakat sehingga dalam musyawarah atau proses pengambilan keputusan, orang-orang tersebut sering kali dimintai saran atau petuah.

g. Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang norma-norma agama yang cukup kuat. Seiring dengan perjalanan waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi, tentu saja saat ini banyak desa yang telah mengalami perubahan. Komunikasi dengan wilayah kota pun mulai tampak terjalin, dan penduduk desa makin menyadari bahwa komunikasi dengan perkotaan itu sangat penting. 

Masyarakat desa membutuhkan suplai dari kota dan kota pun sesungguhnya membutuhkan suplai dari desa. Hubungan antara desa dan kota diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan tukar-menukar perdagangan setiap komoditas.

Demikianlah Materi Karakteristik Wilayah Pedesaan, semoga bermanfaat.